Kalender Saka Bali

Kalender Bali atau Kalender Saka disusun berdasarkan revolusi Bumi terhadap Matahari dan juga revolusi Bulan terhadap Bumi. Sistem penanggalan yang digunakan pada kalender bali yaitu Era Saka yang berawal pada tahun 78 Masehi dan disebut juga penanggalan Saliwahana.

Berbagai modifikasi unsur lokal telah dilakukan dalam penyusunan kalender saka agar sesuai dengan kultur budaya, adat dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat lokal di bali.  Unsur-unsur lokal yang disusun pada kalender Saka menjadi patokan ritual keagamaan, hari baik dalam melakukan pekerjaan, menanam padi (agraria), membangun rumah (arsitektur), meramal watak seseorang (psikologi), meramal finansial seseorang, hingga detail-detail segala kegiatan masyarakat penggunanya. selanjutnya di Bali, sistem ini dituangkan dalam lontar-lontar Wariga.

Kalender Saka dapat dikatakan sebagai sistem penanggalan Lunisolar (kalender Suryachandra). Kalender Lunisolar yang dimaksud adalah kalender yang menggunakan fase bulan sebagai acuan utama, dan juga menambahkan pergantian musim di dalam perhitungan tiap tahunnya. Kalender Saka ini ditandai dengan adanya bulan-bulan kabisat.

Sistem Perhitungan dalam Kalender

Sistem penanggalan ini mengacu pada perjalanan Bulan mengeliling Bumi, atau berevolusi terhadap Bumi. Pada prinsipnya apapun kriteria yang digunakan, Konjungsi merupakan dasar awal pertanda adanya pergantian Bulan. Sehingga, sistem penanggalan yang menggunakan peredaran Bulan tidak terpengaruh dengan kedudukan. Sistem penanggalan ini perhitungannya mendasarkan pada siklus sinodik bulan, yaitu siklus fase bulan yang sama secara berurutan. Ratarata siklus sinodik bulan adalah 29,550589 hari, berarti dalam satu tahun umurnya penanggalan ini adalah 29,550589 x 12 = 354,60707 hari. Kalender bulan yang menggunakan lunar system mengikuti siklus fase Bulan. Kalender Bulan juga bertaut erat dengan siklus pasang surut air laut. Selain Matahari, Bulan pun memiliki pergerakan yang biasa disebut dengan peredaran Bulan. Ada dua macam gerakan yang dikenal dalam peredaran Bulan, yaitu : gerakan hakiki dan gerakan semu. Bulan adalah benda angkasa yang bergerak secara relatif.

Secara umum bulan bergerak relatif dalam tiga macam:

  1. Rotasi adalah perputaran satelit Bumi terhadap porosnya seperti Bumi berputar pada porosnya setiap hari. Bulan berotasi setiap 27,3 hari sekali.
  2. Revolusi terhadap planet Bumi. Bulan sebagai satelit alami Bumi juga berputar mengelilingi Bumi. Gerakan revolusi bulan memakan waktu 29,5305882 hari, yang disebut dengan istilah synodis . Sedangkan apabila dijadikan ukuran adalah konjungsi Bulan dengan Bintang tertentu, maka hanya memakan waktu 27,321661 hari, dan disebut dengan gerakan sideris . Dan gerakan bulan sideris inilah yang dijadikan perbandingan antara gerakan semu harian Matahari yang diakibatkan oleh revolusi Bumi dengan gerakan hakiki harian Bulan.
  3. Revolusi terhadap Matahari dan Bumi. Karena Bulan bersama-sama dengan Bumi beredar mengelilingi Matahari. Dengan kata lain, Bulan mengikuti revolusi Bumi. Bulan dalam mengeliling Bumi tidak beredar dalam satu lingkaran penuh, tetapi lebih menyerupai lingkaran berpilin. Artinya, titik awal bulan saat bergerak mengitari Bumi tidak bertemu dengan titik akhir. Dalam satu lingkaran ditempuh bulan dalam waktu 29,5 hari, dan ketika Bumi telah mengelilingi Matahari dalam satu lingkaran dengan waktu 365,5 hari maka bulan pun telah melakukan 12 kali lingkaran/putaran

Ada beberapa fase bulan yang terjadi dalam satu bulan, diantaranya :

  • Bulan Baru, disebut juga dengan bulan mati. Dimana pada saat itu bulan persis berada diantara Bumi dan Matahari, maka seluruh bagian Bulan yang tidak menerima sinar Matahari persis menghadap ke Bumi. Akibatnya saat itu Bulan tidak tampak dari Bumi.
  • Kuartal Pertama. Sekitar tujuh hari kemudian sesudah Bulan mati, Bulan akan tampak dari Bumi dengan bentuk setengah lingkaran.
  • Bulan Purnama atau Bulan purnama adalah keadaan ketika Bulan tampak bulat sempurna saat dilihat dari Bumi. Pada saat itu, Bumi terletak hampir segaris antara Matahari dan Bulan. Sehingga, seluruh permukaan Bulan diterangi Matahari tampak jelas dari arah Bumi. Bulan purnama adalah Bulan yang sedang menghadap Bumi dan mendapat pancaran sinar Matahari penuh sehingga terlihat bundar. Keadaan ini terjadi jika Bulan dalam posisi konjungsi superior, Bulan – Bumi – Matahari berada dalam satu garis Astronomi.
  • Kuartal Ketiga dan Terakhir. Bulan terus bergerak dan bentuk Bulan yang terlihat dari Bumi semakin mengecil. Sekitar tujuh hari kemudian setelah purnama, Bulan akan tampak dari Bumi dalam bentuk setengah lingkaran lagi.

Kalender yang merupakan gabungan antara solar dan lunar, yaitu pergantian bulan berdasarkan siklus sinodis bulan dan beberapa tahun sekali disisipi tambahan bulan supaya kalender tersebut sama kembali dengan panjang siklus tropis Matahari, contohnya yaitu kalender Cina, Buddha dan lain-lain.

Kalender suryacandra atau kalender lunisolar adalah sebuah kalender yang menggunakan fase bulan sebagai acuan utama namun juga menambahkan pergantian musim di dalam perhitungan tiap tahunnya. Kalender ini biasanya ditandai dengan adanya bulan-bulan Kabisat beberapa tahun sekali ataupun berturut-turut. Dengan demikian jumlah bulan dalam satu tahun dapat mencapai 12 sampai 13 bulan. Kalender lunisolar yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan Matahari. Pada kalender lunar dan lunisolar, pergantian hari terjadi ketika Matahari terbenam dan awal setiap bulan adalah saat konjungsi.
Sistem perhitungannya adalah pergantian bulan dalam penanggalan didasarkan pada siklus sinodik Bulan, dan untuk menyingkronkannya dengan penyesuaian musim, maka akan ada sisipan hari dalan setiap bulan tertentu, atau penambahan bulan dalam rentang tahun tertentu. Pada awalnya, baik sistem lunar maupun solar merupakan gabungan. Namun, belakangan sistem kalender lunar dan solar menjadi berdiri sendiri. Pada perayaan-perayaan agama, sistem lunar umumnya dijadikan sebagai petunjuk. Jadi pada perayaan-perayaan agama banyak mengambil sistem lunar, sedangkan untuk sistem bisnis dan catatan administrasi banyak menggunakan sistem solar.

Tentang Kalender Caka

Kalender Saka adalah sebuah kalender yang berasal dari India. Kalender ini merupakan sebuah penanggalan surya atau kalender lunar sistem, namun untuk penyesuaian dengan musim dilakukan penambahan satu Bulan atau beberapa hari (interkalasi), setiap beberapa Tahun. Berhubung Bulan-Bulan dalam kalender Saka hanya terdiri dari 30 hari, maka tahun baru harus disesuaikan setiap tahunnya untuk mengiringi daur perputaran Matahari.

Permulaan tahun Saka ini ialah hari Sabtu, 14 maret 78 M, yaitu 1 tahun setelah penobatan Aji Saka sebagai raja di India. Dewasa Ayu atau hari baik merupakan pandangan kewaktuan yang kini disebut dengan Wariga. Terdapat ratusan lontar di Bali yang memuat ulasan mengenai wariga. Lontar tersebut di antaranya Sundari Gading, Sundari Cemeng, Panglantaka, Pengalihan Purnama Tilem, dan Perhitungan Nampi Sasih.

Semua lontar tersebut dirancang dengan perhitungan matematis, rasional, empirik. Bukti-bukti prasasti yang ditemukan sebelum abad ke-10 memang belum didapatkan nama wewaran, namun telah disebutkan mengenai Penanggal Panglong dan Sasih yang disajikan dalam Bahasa Sansekerta dan Bahasa Bali Kuno. Ketika Ratu Gunapriya Dharmapatni (Mahendradata) dan suaminya Darma Udayana Warmadewa, memerintah di Bali tahun 989-1001 M, nama wewaran dan wuku disebut dalam Prasati Berbahasa Jawa Kuna.
Saat ini kalender Caka mengalami modifikasi dengan penambahan beberapa muatan lokal. Adapun Kalender Caka yang berlaku di Indonesia saat ini adalah kalender Caka versi Bali. Nama-nama bulan dalam kalender ini antara lain: Kadasa, Jiyestha, Sadha, Kasa, Karo, Ketiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawolu, dan Kasanga.

Kalender Caka Bali adalah kalender yang dibuat atau diciptakan di Bali secara khusus dengan penggabungan dari semua sistim. Dengan mengacu pada pengguna kalender tersebut bagi pemakainya, dalam hal merencanakan suatu hal hari baik atau dewasa-ayu untuk suatu pelaksanaan kegiatan yang menyangkut tentang upacara keagamaan, seperti odalan di suatu pura akan selalu berpedoman pada kalender Caka Bali.

Dalam kalender Saka yang berlaku di Bali, jatuhnya bulan-bulan kabisat, tidak sama diantara para pengamat wariga. banyak varian dalam penggunaan sistem kabisat ini.

Dalam sejarah perkembangan kalender Caka Bali, diketahui kalender Caka Bali dibuat di dua bagian daerah, pertama dibagian Bali Utara yang dibuat oleh I Gusti Bagus Sugrawa, dan dibagian Selatan dibuat oleh I Ketut Bambang Gede Rawi, dan beliau-beliau itu berada pada masa tahun 1959. Karena pada tahun 1959 pertama kali terbentuk lembaga keagamaan Hindu di Bali. Karena pada masa itulah kajian-kajian kemasyarakatan dibidang astronomi dan kebudayaan dimulai. Dan pada masa itulah awal persatuan antara 2 pemahaman tentang kalender Caka Bali. Karena masa sebelum disatukan antara dua pemahaman tersebut memiliki perbedaan dalam penentuan hari raya besar umat Hindu di Bali, mereka memiliki ketentuan dalam penentuan-penentuan tersebut, contohnya dalam penentuan purnama dan tilem. Maka dari itu para pencetus Kalender Caka Bali tersebut akhirnya menyatukan ilmu tentang kalender Caka Bali agar menjadi 1.

Disaat tahun 1948-1949, diadakan paruman /rapat yang dilakukan oleh para Sulinggih ( Pandita)  di Bali dan Lombok. Hasil paruman tersebut memberi kepercayaan kepada alm. Ketut Bangbang Gde Rawi untuk menyusun kalender Bali yang disusun berdasarkan perhitungan Bulan sekaligus matahari.

Dan kepercayaan didalam keagaamaan Hindu bahwa awal tahun atau Hari Nyepi tersebut bermula dari awal terciptanya dunia ini, atau yang biasa kita sebut dengan BigBang, itulah kepercayaan umat yang awal mula dari Nyepi itu dirayakan, dan juga dikatakan karena angka sembilan menjadi bilangan terbesar dalam hitungan matematis jadi Bulan ke-10 menjadi awal tahun barunya.

Unsur-unsur yang ada dalam Kalender Caka Bali

Masing-masing kalender memiliki pola atau sistematikanya tersendiri disamping juga memiliki keistimewaan-keistimewaan dalam penerapannya. Dan apabila diperhatikan secara cermat, pola atau sistimatikanya sebuah kalender secara garis besar mengandung unsur pokok tolak ukur kalender yaitu:

  1. Unsur matematis
    Dari unsur matematis akan dapat ditelusuri bagaimana perhitungan secara matematis yang merangkum seluruh pola dasar kalender, yang terdiri dari tahun-surya + tahun-candra + tahun wuku, sudah tentu dasar perhitungannya juga merangkum kesemuanya itu.Perhitungan umur bulan/sasih secara komulatif umur Bulannya adalah 29 atau 30 hari karena terkait dengan kalender wuku, dalam penetapan awal Bulan berpedoman dengan Bulan terbit (penanggal/suklapaksa) purnama adalah pertengahan Bulan, setelah purnama dinamakan panglong/kresnapaksa dan akhir Bulan adalah tilem, penetapan purnama dan tilem terpolakan pada rumusan pengalihan purnama-tilem yang disebut pengalantaka.
  2. Unsur sistematis
    Unsur Sistematika kalender Caka Bali, memadukan seluruh sistematika kalender. Karena itulah umur tahunnya ada dua macam, tahun panjang dengan 13 bulan, dan tahun pendek dengan 12 bulan. Ini bisa terjadi karena penggabungan tahun surya-candra. Pada saat tahun panjang akan ditemukan suatu permasalahan, yaitu dalam menetapkan sisipan 1 bulan yang dikenal dengan istilah pengerepeting sasih. Kalender Caka Bali menempatkan bulan yang ke-13 dengan nama mala-masa, hanya pada dua jenis sasih, yaitu pada sasih-jhista dengan nama mala-jhista dan pada sasih-sadha dengan nama mala-sadha, yaitu sistimatika yang sangat praktis diantara penampih sasih.
  3. Unsur Geografis
    Unsur geografis secara nyata adalah keterkaitan posisi keadaan alam pada saat-saat tertentu seperti: tilem kapitu, tilem kasanga dan tilem katiga dengan posisi tilem kapitu yang selalu ada pada bulan januari amat sangatlah mudah untuk menentukan Siwaratri, dan secara alami situasi cuaca pada saat ini gelap gulita, apalagi saat musim hujan. Begitu pula dengan tilem kesanga, serta hari nyepi sebagai tahun baru. Secara alami pada Bulan ini posisi Matahari tepat berada diatas Bumi, yang secara umum dikenal dengan istilah Bajeging surya. lamanya antara waktu siang dan malam sama atau dalam keadaan seimbang, tetaplah pelaksanaan tawur kesanga ini dilaksanakan pada tilem kesanga yang dominan ada pada bulan desember posisi bajeging surya.
  4. Unsur Religius
    a.) Tilem kesanga selalu berada pada bulan maret. Secara geografis wilayah nusantara indonesia berada pada daerah khatulistiwa, berada pada posisi yang seimbang antara kutub utara dengan kutub selatan, dan pada saat bulan maret, posisi matahari berada tepat pada garis khatulistiwa merupakan puncak dari keseimbangan. Seimbang dalam posisi utara selatan, seimbang antara siang dan malam dengan waktu yang relatif sama yaitu dengan panjang 12 jam.
    b.) Pengerepeting sasih / malamasa tepat menurut padewasan. Termuat didalam wariga dewasa dijelaskan dinyatakan keberadaan atau sifat sasih jhista dan sasih sadha ini dikategorikan sebagai sasih sabel, yaitu sasih yang tidak baik untuk segala macam padewasan. Segala sesuatu kegiatan tidak baik dilaksanakan pada sasih jhista dan sadha. Jadi penenpatan pada sasih jhista dan sasih sadha merupakan sasih sabel sangatlah tepat. Sedangkan sasih lainnya tidak ada penampih sasih, sehingga tidak membingungkan dalam penerapan padewasan menurut sasih terutama dalam penyelenggaraan upacara odalan atau musaba pada sasih kapat atau kadasa.

Selain perhitungan wuku dan wewaran ada juga yang disebut dengan penanggal dan panglong atau biasa disebut sebagai Pengalantaka. Pengalantaka adalah sistem penyesuaian tibanya Tilem dan Purnama menurut perhitungan matematis dengan kenyataan posisi Bulan terhadap Matahari dan Bumi. Sistem Pengalantaka menyebabkan umur Bulan tidak selamanya 30 hari, tetapi bisa 29 hari. Pengurangan itu bisa saja terjadi pada hari-hari dari Tilem ke Purnama yang disebut dengan Penanggal atau pada hari-hari dari Purnama ke Tilem disebut Panglong. Masing-masing siklusnya adalah 15 hari tetapi bisa juga 14 hari. Perhitungan penanggak dimulai 1 hari setelah hari Tilem (bulan mati) dan Panglong dimulai 1 hari setelah Purnama (bulan penuh).

Jika tidak diadakan penyesuaian yang disebut Pengalantaka maka suatu saat terjadi tanda dikalender Tilem, padahal kenyataanya posisi Bulan belum sepenuhnya Tilem karena masih nampak Bulan sabit di langit. Pengalantaka dilakasanakan pada setiap 9 wuku (63 hari) yaitu pada wukuwuku: Sungsang, Tambir, Kulawu, Wariga, Pahang, Bala.

Istilah yang digunakan :Purnama : Bulan penuh, Tilem = Bulan mati , Penanggal =Tanggal , Sasih = Bulan , Surya = Matahari , Candra = Bulan

Nama-nama Bulan

No Bulan Bali Bulan Masehi Jawa
1 Kase Juli-Agustus Suro  
2 Kare AgustusSeptember Sapar  
3 Katiga September- Oktober Mulud  
4 Kapat OktoberNovember Bakdo mulud    
5 Kalima November- Desember Jumadil awal  
6 Kaenen DesemberJanuari Jumadil akhir  
7 Kapitu Januari- Februari Rejeb
8 Kawulu FebruariMaret Ruwah
9 Kasanga Maret-April Poso
10 Kadasa April-Mei Bodho  
11 Jhista Mei-Juni Apit    
12 Sadha Juni-Juli Besar  

Nama-nama Hari

No BALI MASEHI
1. Radite Minggu
2. Soma Senin
3. Anggara Selasa
4. Buda Rabu
5. Wraspati Kamis
6. Sukra Jum’at
7. Saniscara Sabtu

Seperti kalender Julian ataupun Gregorian, dalam satu minggu terdapat 7 hari dan inilah yang menjadi kesamaan di tiap-tiap kalender di Dunia. Dalam sistem kalender Bali, 1 munggu yang terdiri dari 7 hari disebut Saptawara. Saptawara sering digunakan bersama dengan Triwara (mingguan dengan tiga hari) dan Pancawara (mingguan dengan lima hari). Bagi orang Bali awam sekalipun, sudah mengenal kesepuluh jenis mingguan tersebut yang dinamakan Wewaran.

Adapun jenis-jenis Wewaran tersebut adalah :

Ekawara

  • Luang (tunggal/kosong), Urip 1, Sang Hyang Ekataya, bertempat di Barat Daya

Dwiwara

  • Menga (terbuka/terang), Utip 5, Sanghyang Kalima, Timur
  • Pepet (tertutup/gelap), Urip 7, Sanghyang Timira, Barat

Triwara

  • Pasah/Dora yang berarti tersisih, baik untuk Dewa Yadnya, Urip 9, Sanghyang Cika, Selatan
  • Beteng/Waya yang berarti makmur, baik untuk Manusa Yadnya, Urip 4, Sanghyang Wacika, Utara
  • Kajeng/Byantara yang berarti tekanan tajam atau dimakan (kaajeng), baik untuk Bhuta Yadnya, Urip 7, Sanghyang Manacika, Barat

Caturwara

  • Sri (kemakmuran), Urip 4, Bhagawan Bregu, Utara
  • Laba (laba/pemberian/keuntungan), Urip 5, Bhagawan Kanwa, Timur
  • Jaya (unggul), Urip 9, Bhagawan Janaka, Selatan
  • Mandala (daerah), Urip 7, Bhagawan Narada, Barat

Pancawara

  • Umanis yang berarti rasa, Urip 5, Dewa Iswara, Timur
  • Paing yang berarti cipta, Urip 9, Dewa Brahma, Selatan
  • Pon yang berarti idep, Urip 7, Dewa Mahadewa, Barat
  • Wage yang berarti angan, Urip 4, Dewa Wishnu, Utara
  • Kliwon yang berarti budhi, Urip 8, Dewa Siwa, Tengah

Sadwara

  • Tungleh (tak kekal), Urip 7, Sanghyang Indra, Barat
  • Aryang (kurus), Urip 6, Sanghyang Bharuna, Timur laut
  • Urukung (punah), Urip 5, Sanghyang Kwera, Timur
  • Paniron (gemuk), Urip 8, Sanghyang Bayu, Tenggara
  • Was (kuat), Urip 9, Sanghyang Bajra, Selatan
  • Maulu (membiak), Urip 3, Sanghyang Airawana, Barat daya

Saptawara

  • Radite/Minggu berarti soca, menanam yang beruas, Urip 5, Sanghyang Bhaskara (matahari), Timur
  • Soma/Senin berarti bungkah, menanam umbi-umbian, Urip 4, Sanghyang Chandra (bulan), Utara
  • Anggara/Selasa berarti godhong, menanam sayuran daun, Urip 3, Sanghyang Angaraka (mars), Barat daya
  • Buddha/Rabu berarti kembang, menanam semua jenis bunga, Urip 7, Sanghyang Udaka (merkurius), Barat
  • Wraspati/Kamis berarti wija, menanam yang menghasilkan biji, Urip 8; Bhagawan Brehaspati (jupiter), Tenggara
  • Sukra/Jum’at berarti woh, menanam buah-buahan, Urip 6, Bhagawan Bregu/Sukra (venus), Timur laut
  • Saniscara/Sabtu berarti pager, menanam tanaman sebagai pagar, Urip 9, Sanghyang Wasurama (saturnus), Selatan

Astawara

  • Sri berarti makmur (pengatur) : Bhatari Giriputri
  • Indra berarti indah (penggerak) : Sanghyang Indra
  • Guru berarti tuntunan (penuntun) : Sanghyang Guru
  • Yama berarti adil (keadilan) : Sanghyang Yama
  • Ludra berarti peleburan : Sanghyang Rudra
  • Brahma berarti pencipta : Sanghyang Brahma
  • Kala berarti nilai : Sanghyang Kalantaka
  • Uma berarti pemelihara/peneliti :  Sanghyang Amreta

Sangawara

  • Dangu artinya antara terang dan gelap, Bhuta Urung
  • Jangur artinya antara jadi dan batal, Bhuta Pataha
  • Gigis artinya sederhana, Bhuta Jirek
  • Nohan artinya gembira, Bhuta raregek
  • Ogan artinya bingung, Bhuta Jingkrak
  • Erangan artinya dendam, Bhuta Jabung
  • Urungan artinya batal, Bhuta Kenying
  • Tulus artinya langsung, Sanghyang Saraswati
  • Dadi artinya jadi, Sanghyang Dharma

Dasawara

  • Pandita artinya bijaksana
  • Pati artinya tegas/dinamis
  • Suka artinya gembira/periang
  • Duka artinya mudah tersinggung, tetapi berjiwa seni
  • Sri artinya feminim, halus
  • Manuh artinya menurut
  • Manusa artinya mempunyai rasa sosial
  • Raja artinya mempunyai jiwa kepemimpinan
  • Dewa artinya mempunyai budhi luhur
  • Raksasa artinya mempunyai jiwa keras dan tanpa pertimbangan

Wewaran dalam masyarakat Bali, digunakan dalam berbagai kegiatan masyarakatnya. Mulai dari bercocok tanam, bermasyarakat, upacara pernikahan ataupun ngaben, dan banyak lagi kegiatan-kegiatan masyarakat yang ditentukan oleh Wewaran. upacara keagamaan rutin yang dilakukan adalah hari terakhir dari pancawara yang disebut hari Kliwon. Dan juga pertemuan antara hari terakhir dari Pancawara dan Triwara yang disebut Kajeng Kliwon. begitupula setiap 5 minggu sekali, ada pertemuan dari hari terakhir dari pancawara dan Saptawara yang disebut Tumpek (Saniscara Kliwon).     Selain Wewaran, perhitungan statis lainya adalah Wuku. Wuku secara etimologis berarti  ruas, segmen.  Satu Wuku terdiri dari 7 hari sesuai dengan perhitungan saptawara, dan satu tahun Wuku terdiri dari 30 minggu. Satu tahun Wuku, lamanya 210 hari, sistem perhitungan wuku ini masih berlaku di daerah Jawa, Bali dan Lombok. Setiap wuku diawali dengan hari Radite/Minggu dalam saptawara. penggunaanya dalam kehidupan masyarakat di Bali sebagai penentu hari baik-buruk suatu upacara keagamaan (yadnya).  

Adapun nama-nama wuku tersebut antara lain:  

  1. Sinta (Bali/Jawa) dari nama Dewi Sintakasih, Ibu raja Watugunung
  2. Landep (Bali/Jawa) dari nama Dewi Sanjiwartya, permaisuri raja Watugunung
  3. Ukir (Bali) Wukir (Jawa) dari nama Raja Giriswara
  4. Kulantir/Kurantil dari nama Raja Kuladewa
  5. Tolu dari nama Raja Talu
  6. Gumbreg dari nama Raja Mrebwana
  7. Wariga/Warigalit dari nama Raja Waksaya
  8. Warigadian/Warigagung dari nama Raja Wariwisaya
  9. Julungwangi/Mrikjulung dari nama Raja Mrikjulung
  10. Sungsang dari nama Raja Sungsangtaya
  11. Dungulan/Galungan dari nama Raja Dungulan
  12. Kuningan dari nama Raja Puspita
  13. Langkir dari nama Raja Langkir
  14. Mdangsya/Mandhasia dari nama Raja Mdangsu
  15. Pujut/Julung Pujut dari nama Raja Pujitpwa
  16. Pahang dari nama Raja Paha
  17. Krulut/Kuruwelut dari nama Raja Kruru
  18. Mrakih/Mrakeh dari nama Raja Mrangsinga
  19. Tambir dari nama Raja Tambur
  20. Mdangkungan dari nama Raja Mdangkusa
  21. Matal/Maktal dari nama Raja Matal
  22. Uye/Wuye dari nama Raja Uye
  23. Mnail/Manail dari nama Raja Ijala
  24. Prangbakat dari nama Raja Yuddha
  25. Bala dari nama Raja Baliraja
  26. Ugu/wugu dari nama Raja Wiugah
  27. Wayang dari nama Raja Ringgita
  28. Klawu/Kulawu dari nama Raja Kulawudra
  29. Dukut/Dhukut dari nama Raja Sasawi
  30. Watugunung dari nama Raja Watugunung sendiri.

Perhitungan Wuku, digunakan bersama dengan wewaran, dan dari pertemuan-pertemuan hari tersebut, akan menentukan hari baik atau buruk untuk melakukan suatu kegiatan dan upacara. dalam kehidupan masyarakat Bali, gabungan antara perhitungan Wewaran dan Wuku itu biasanya dirumuskan dalam tabel bergambar yang disebut dengan Tika.

Cara Menentukan Penanggalan Kalender Bali

Kalender Bali sangat istimewa, Penanggalan Bali adalah penanggalan “konvensi“. Tidak astronomis seperti penanggalan islam, tidak pula aritmatis seperti penanggalan jawa, tetapi ‘kira-kira’ ada di antara keduanya.

Didalam kalender Caka Bali ada dua awal tahun dalam penanggalannya, yaitu awal tahun kalender dan awal tahun keagamaan. Awal tahun kalender yaitu dimulai dari Bulan ke-1 seperti umumnya kalender lainnya. Dan untuk awal tahun keagaannya itu dimulai ketika Nyepi dibulan maret. Ketika kalender Caka digunakan nama-nama pancawara adalah Pahing, Pon, Wagai, Kaliwon, dan Umanis/manis. Penulisan pada prasasti terkadang menggunakan singkatan Pa, Po, Wa, Ka, U atau Ma. Nama-nama hari Sadwara adalah Tingle, Aryang, Wurukung, Uwas, Paningrong, dan Mawulu. Dalam prasasti terkadang ditulis tu atau tung = tunglai, ha = hariyang, wu =wurukung, pa = paniruan, wa = was, dan ma = mawulu.

Nama-nama hari dalam prasasti ditulis dengan singkatan ra atau a = raditya atau aditya (minggu), so = soma (senin), ang = anggara (selasa), bu = budha (rabu), wr = wrhaspati (kamis), su = Sukra (jumat) dan sa = saniscara (sabtu).

Wariga merupakan ilmu pengetahuan yang menguraikan tentang sifat-sifat atau watak wewaran, tanggal panglong, wuku, ingkel, sasih, dan lain-lain. Kata Wariga mengandung arti saat waktu atau hari yang baik dan buruk yang diakibatkan oleh peredaran kekuatan di jagat raya. Kata wariga memiliki perhitungan dan pemilihan saat, waktu atau hari yang baik (ayu), serta menghindari waktu yang buruk (ala) guna mengupayakan hasil pekerjaan yang maksimal.
Ada 3 komponen yang harus diperhatikan dalam penyusunan kalender Caka Bali, yaitu cara menentukan sasih, cara menentukan susunan sasih, dan cara menentukan tahun.

A. Cara menentukan umur sasih

Cara menentukan umur sasih dalam kalender Caka Bali adalah dengan memakai cara atau sistem pengalihan purnama tilem (pengalihan dari Bulan purnama ke bulan mati). Cara pengalihan purnama tilem digunakan untuk:

  1. Memprediksi saat jatuhnya purnama (Bulan Purnama) dan tilem (Bulan Mati)
  2. Memprediksi saat jatuhnya penanggal atau hari-hari setelah Bulan mati dan panglong atau hari-hari setelah bulan purnama
  3. Menentukan umur sasih. Guna mendapatkan ketepatan jatuhnya purnama dan tilem, maka sistem pengalihan purnama tilem memakai perbandingan rumus secara matematis. Adapun nama pengalihan yang digunakan dalam kalender Caka Bali adalah eka sungsang. Sejak tahun 1953 sampai tahun 1971, pengalihan dalam kalender Caka Bali memakai pengalihan eka sungsang ka kliwon. Dari tahun 1971 hingga tahun 2000, kalender Caka Bali menggunakan pengalihan eka sungsang ka pon. Dan tahun 2000 menggunakan pengalihan eka sungsang ka pahing. Pengalihan eka sungsang akan mencapai puncak ketepatan sekitar tahun 2050, dan pada tanggal 9 November tahun 2117 harus diganti dengan pengalihan sungsang ka (soma) umanis. Diperkirakan pada tanggal 14 November 2236, pengalihan eka sungsang ka umanis diganti dengan pengalihan eka sungsang ka radite kliwon. Pada tanggal 22 januari 2361 diperkirakan pengalihan eka sungsang ka radite kliwon diganti dengan pengalihan dengan eka juluwangi ka sanicara wage. Berdasarkan perhitungan pengalihan purnama tilem tersebut didapat 1 siklus Bulan, yaitu dari tilem ke tilem berikutnya adalah 29,53059 hari atau sama dengan 29 hari 12 jam 44 menit agar mempermudah dalam perhitungan dalam setiap bulannya itu dijadikan umurnya antara 29 dan 30. Umur sasih dikaitkan dengan hari penuh sehingga umur sasih diatur sedemikian rupa antara 29 dan 30 hari. Karena itu, rata-rata umur sasih mendekati siklus 1 bulan, yaitu 29,53059 hari. Satu sasih kalender Caka Bali terdiri atas 30 tithi , 15 penganggal dan 15 panglong. Dengan perhitungan pengalihan purnama tilem, maka pada setiap 63 hari terjadi tithi nampih karena umur tiap-tiap sasih harus dinyatakan dengan hari yang bulat, yaitu 29 atau 30 hari.

B. Cara menentukan susunan sasih

  1. Berpatokan pada konsep sasih kasa = Bulan Juli, sasih karo = Bulan Agustus
  2. Berpatokan pada konsep tilem kesanga harus jatuh Bulan Maret, purnama kapat harus jatuh pada Bulan Oktober
  3. Berpatokan pada matahari tepat berada di titik puncak pada sasih kapat dan sasih kaulu
  4. Berpatokan pada terbit dan terbenamnya bintang-bintang, seperti bintang waluku, bintang tenggala, bintang lombalomba, bintang pikatan, bintang undakan, bintang pagedogan, bintang arjuna, bintang banyak, bintang klapa, bintang gagak, bintang asu, bintang layaran, bintang mung dan bintang kartika.
  5. Berpatokan pada penampih sasih karo bila tahun Caka dibagi lima menghasilkan sisa genap dan penampih sasih kaulu bila tahun Caka dibagi 5 menghasilkan sisa ganjil.
  6. Berpatokan pada konsep bintang penentu umur sasih, dan tilem kesanga jatuh antara tanggal 15 Maret sampai dengan 13 April
  7. Berpatokan pada konsep tilem kesanga jatuh antara 2 Maret sampai 31 Maret
  8. Berpatokan pada konsep tawur kesanga dilaksanakan pada saat tilem ketika Matahari tepat berada di titik puncak atau di garis khatulistiwa, yakni tanggal 21 Maret, diantara patokan-patokan tersebut, patokan yang dapat diandalkan konsistensi dan ketepatannya adalah patokan yang terakhir, yakni tilem kesanga adalah tilem yang paling mendekati posisi matahari dalam keadaan seimbang, ketika Matahari berada di khatulistiwa, yaitu tanggal 21 Maret. Adapun tilem yang jatuh pada tanggal tanggal yang dekat dengan tanggal 21 Maret adalah tilem yang jatuh antara tanggal Maret sampai dengan tanggal April.

C. Cara menentukan Tahun Caka (Nyepi)

Angka tahun kalender Caka Bali sama dengan angka tahun masehi dikurangi 78 tahun untuk angka tahun pada Bulan Januari, Februari dan awal Maret, serta dikurangi 79 untuk angka tahun pada akhir Bulan Maret hingga Bulan Desember. Pertama-tama tahun baru dihitung berdasarkan pengalihan purnama tilem, yakni berpatokan pada tilem kesanga sebagai hari terakhir pada tahun sebelumnya. Hari pertama setelah tilem kesanga dinamakan penganngal pisan sasih kedasa atau hari pertama paroh terang, sasih kadasa yang lazim diperingati sebagai hari raya Nyepi atau tahun baru Caka. Penggunaan tilem sebagai patokan adalah karena hari-hari setelah tilem dinamakan penanggal atau tanggal (paroh terang) yang dalam bahasa sansekerta disebut suklapaksa. Karena itu sistem perhitungan waktu juga dinamakan sistem penanggalan.

Sasih kesanga dijadikan patokan Karena pada sasih itu Matahari berada digaris khatulistiwa, terutama mendekati tanggal 21 Maret. Sebagaimana disebutkan diatas bahwa tilem kesanga adalah tilem yang jatuh paling dekat dengan tanggal 21 Maret dan purnama kadasa adalah Purnama pertama pada musim semi.

Sistem lunisolar pada Kalender Bali dalam disebut Surya Candra Permana, dan ditambah lagi satu sistem yang digunakan yaitu sistem wuku dan ada juga yang masih digunakan itu sistem Bintang Maya.

Unsur Bintang Maya/ Kartika sebagai salah satu penentuan dalam kegiatan religius di Bali. Karena Bintang Maya itu tidak terlihat pada Bulan Maret yang bertepatan pada awal tahun kalender keagamaan Caka Bali. Kemudian Bintang Maya itu muncul/terlihat kembali pada Bulan Juli, inilah awal tahun dalam kalender penanggalan Bali jika dihitung berdasarkan sasih. Dari pedoman tersebut, kemudian ahli kalender Caka Bali membuat rumusan penentuan Purnama – Tilem yang dikenal dengan istilah Pengalantaka atau pengalihan Purnama – Tilem.

Malamasa yaitu Tahun Saka dibagi 19 , ditentukan sebagai berikut :

  • Jika hasil sisa bagi 19, maka Mala Sasih jatuh pada Sasih Jyesta
  • Jika hasil sisa bagi 3, maka Mala Sasih jatuh pada Sasih Sadha
  • Jika hasil sisa bagi 6, maka Mala Sasih jatuh pada Sasih Jyesta
  • Jika hasil sisa bagi 8, maka Mala Sasih jatuh pada Sasih Sadha
  • Jika hasil sisa bagi 11, maka Mala Sasih jatuh pada Sasih Jyesta
  • Jika hasil sisa bagi 14, maka Mala Sasih jatuh pada Sasih Sadha
  • Jika hasil sisa bagi 16, maka Mala Sasih jatuh pada Sasih Sadha

Yang penulis temukan Kelemahan dari kalender Caka Bali jika ditinjau dari astronomi ini yaitu banyak diperlukan koreksi-koreksi yang dibutuhkan karena berkaitan dengan kegiatan keagamaan yang berlangsung, maka dari para tokoh yang memberikan dewase keagamaan ini mengadakan perhitungan dengan penuh pertimbangan ( bahkan tidak hanya bisa menghandalkan dari satu jenis kalender pengarang tertentu) guna dapat menentukan baik-buruknya hari yang akan diadakan kedepannya.