Canang berasal dari bahasa jawa kuno yang pada mulanya berarti sirih, yang disuguhkan pada tamu yang sangat dihormati. Jaman dulu, sirih benar – benar bernilai tinggi. Setelah agama Hindu berkembang di Bali, sirih itupun menjadi unsur penting dalam upacara agama dan kegiatan lain. Di Bali, salah satu bentuk banten disebut "Canang" karena inti dari setiap canang adalah sirih itu sendiri. Canang belum bisa dikatakan bernilai agama jika belum dilengkapi porosan yang bahan pokoknya sirih.
Canang sari juga dilengkapi dengan sesari yang berupa uang kepeng, fungsi sesari adalah sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha) yang melambangkan sarining manah. Selain itu uang berfungsi sebagi penebus segala kekurangan yang ada.
Tadinya uang sesari tersebut adalah uang kepeng, namun seiring berjalannya waktu, uang kepeng mulai susah untuk didapatkan karena uang tersebut sudah tidak menjadi mata uang yang bisa dibelanjakan atau ditukarkan. Dengan semakin sedikitnya jumlah uang kepeng, dan pengerajin yang semakin jarang, maka beralihlah sesari tersebut ke uang logam biasa, dan bila tidak ada uang logam bisa dipakai uang kertas.