Lama sudah saya jeda menulis di blog ini karena terkendala waktu dan perbaikan ekonomi keluarga semasa pandemi. Syukur badai berangsur-angsur berlalu sehinga perlahan ekonomi masyarakat Bali membaik. Dalam tulisan saya kali ini juga ada hubungan dengan salah satu dari 4 tahap kehidupan dalam hindu, tapi yang saya tulis kali ini bukan tahap berumah tangga (Grahasta) yang mana tanggung jawab perbaikan ekonomi keluarga menjadi intinya namun tulisan kali ini lebih ke arah Bhiksuka/Sanyasin.
Ajaran catur asrama benar menyatakan, bahwa perjalanan umat Hindu tahap demi tahap akhirnya menjadi Bhiksuka/Sanyasin, bahkan jika semasa hidup belum bisa maka ketika meninggal dan ngaskara saat itu oleh sulinggih pemuput (menjadi nabenya) didiksa menjadi Sulinggih/Siwa.
"Mijil saking siwa mewali pwa sire maring siwa"
begitu tersurat di siwa sesana. Namun mungkin karena saking taatnya dengan ajaran catur asrama, banyak kemudian umat yg bercita cita jadi Sulinggih/Dwijati tanpa memahami beratnya sesana sulinggih, sehingga sebagian umat mencibir bahwa menjadi sulinggih hanya prestise, pelarian, dll yg intinya tidak meyakini ke-sulinggih-an seseorang karena melinggih bukan karena panggilan alam/karma. Benarkah orang harus menjadi sulinggih?
Ajaran catur asrama menyebut, Brahmacari, Grahasta, Wanaprasta dan Bhiksuka/Sanyasin. Bhiksuka/Sanyasin, asrama ke empat ini kalau ditelaah maksudnya adalah "orang yg sudah terlepas dari ikatan keluarga (Grahasta) dan urusan duniawi", inilah rohaniawan yg umum disebut Spiritualist. Salah satu Ida Sulinggih pernah ngendika : "Jangan cukup menjadi Brahmana (sulinggih) jadilah pemuja/bakta Brahman (Ida Sang Prama kawi), mungkin tujuan orang sekarang ini sujatinya menjadi Brahmana padahal melepas ikatan duniawi itulah Bhiksuka/Sanyasin yang sebenarnya.
Menjadi sulinggih itu tidak mudah, pertama wajib taat dengan sesana, ini yg sangat berat sehingga banyak yg dalam perjalanan tidak kuat dan jadi nyeleneh. Sulinggih juga adalah pelayan bukan hanya mau dilayani. Jika mau dilayani cari harta yg banyak sewa/gaji banyak pelayan. Sulinggih sekarang banyak ditataran "Wiku Grahasta" yang masih terikat dengan urusan keluarga, anak bahkan cucu, ada juga "Wiku Ksatrya" (terikat dharma negara), Wiku Wesya (bisnis banten), dan lain-lain. padahal Sanyasin adalah "Wiku Kelepasan/Wiku Sanyasin". Inilah tujuan ajaran catur asrama. Setiap yang menjadi sulinggih tujuan akhir adalah Wiku Sanyasin, jangan yang lain, jangan sampai menjadi benar pandangan umat bahwa melinggih hanya prestise, pelarian, yang akan melemahkan taksu kesulinggihan secara umun dan merepotkan diri sendiri ketika setiap saat dihadang/dibentengi oleh SESANA SULINGGIH yang begitu amat berat. Namun ketika pilihannya adalah spirutualist maka sesana itu anda yg pegang kendali, yang mana dwijati sesana itu bersifat organisasi, pasemetonan didharma dan PHDI.
Untuk itu bagi yg punya cita cita melinggih sebaiknya renungkan dengan baik, baca dan hayati siwa sesana atau sesana kesulinggihan. Lebih baik jadi spititualist bisa bebas berpakaian, ke mall, tour bersama keluarga yg penting sucikan diri (Tri Kaya Parisudha), maka anda sudah menjalankan Catur Asrama, akan dihormati dan nendapat prestise.
Simpelnya seperti teman saya berucap
"BERPRILAKU BAIK MAKA SELAIN KAMU AKAN DIHORMATI MAKA HAL-HAL BAIK AKAN DATANG JUGA KEPADAMU".