Seperti orang bodoh yang bekerja karena keterikatan atas kerja mereka, demikianlah harusnya orang yang bijaksana bekerja tanpa kepentingan pribadi melainkan untuk kesejahteraan dan ketertiban sosial.Mereka yang bijaksana janganlah membingungkan yang bodoh, orang yang terikat pada kegiatan kerja, melainkan mengajak semua orang bekerja dan bekerjasama atas dasar untuk kesejahteraan dan ketertiban sosial. (Bhagawad Gita III.25-26)
Banyak orang yang mudah putus asa dalam hidup ini semata-mata karena mereka kurang memperoleh kepedulian, perhatian dan bantuan dari sesama, dikala mereka dirundung duka tidak ada teman untuk berbagi duka dan cerita. Ada cukup banyak lembaga suka duka di sekitar kita, tapi belum berfungsi optimal seperti yang diinginkan. Lembaga ini hanya memberi bantuan umumnya setelah ada kejadian dan sesekali saja, misalnya ketika ada angggota jatuh sakit, anggota yang lain urunan memberikan bantuan dan sekali menjenguknya, setelah itu selesai. Padahal, barangkali yang dibutuhkan lebih dari sekadar demikian, misalnya si sakit sampai dia sembuh butuh juga bentuk kepedulian yang lain, seperti nasihat, doa, konsultasi dan sebagainya. Persoalan kepedulian terhadap sesama merupakan isu penting yang patut dicermati, mengingat sentimen solidaritas di kalangan umat cenderung menurun akibat beberapa faktor seperti disebutkan di atas, untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan pemikiran-pemikiran yang memihak pada pemberdayaan solidaritas sosial.
Menurut hemat penulis, salah satu cara yang efektif untuk menjaga dan meningkatkan kepedulian terhadap sesuatu adalah melalui hari peringatan atau perayaan. Bagi umat Hindu, merayakan hari raya mengandung banyak makna dan manfaat, di antaranya mengingat dan memuliakan Tuhan Yang Maha Esa, bersyukur kepada-Nya,menyucikan jiwa raga dan lingkungan dengan pelaksanaan tapabrata, dan meningkatkan kepedulian dan kerukunan di antara umat. Setiap merayakan sebuah hari raya, bagi umat Hindu berarti menguatkan aspek Tri Hita Karana pada kehidupan sehari-hari. Sebagai misal, setiap bulan umat Hindu merayakan hari Purnama dan Tilem, menurut keyakinan Hindu Purnama-Tilem merupakan simbol rwa-bhineda seperti halnya suka dan duka. Purnama-Tilem mengingatkan manusia akan adanya dua sisi yang saling bertentangan namun saling melengkapi (rwa bhineda) dan mempunyai makna, agar jiwa tetap tenang dan tabah dalam menghadapi suka dan duka. Mereka yang telah mampu melewati tantangan siklus suka dan duka disebut jiwan mukti atau moksa selagi masih hidup.
Purnama-Tilem yang datang silih berganti merupakan anugrah bagi yang memahami makna simbolis hari raya tersebut. Purnama dirayakan dengan puji syukur ke hadapan Tuhan karena telah membimbing manusia dari kegelapan menuju pencerahan, sedangkan Tilem dirayakan dengan tujuan untuk menumpas kegelapan (sad ripu) yang dialami manusia dalam tubuhnya.
Salah satu hari Tilem yang istimewa dalam Hindu adalah Tilem Kepitu, yaitu Tilem sehari setelah Hari Raya Siwaratri, yang jatuh setahun sekali pada bulan Januari. Hari raya Siwaratri sendiri adalah hari di mana anugrah Tuhan (Siwa) melimpah kepada umatnya, terutama kepada mereka yang sadar dan taat melaksanakan brata Siwaratri. Siwaratri merupakan sebuah momen anugrah kasih sayang Tuhan kepada umatNya, sedangkan Tilem Kepitu adalah momen perwujudan kasih sayang manusia kepada sesamanya. Sepatutnya, untuk umat Hindu, Tilem Kepitu merupakan hari kasih sayang, bukan hari Valentine 14 Februari (yang ini aslinya milik umat Nasrani) yang sekarang ini cenderung mengarah kepada kapitalisme.
Perlu juga diketahui, selain Purnama-Tilem, Siwaratri, Hindu masih punya hari raya untuk mengembangkan cinta kasih, yaitu hari raya Anggara Kasih. Anggara kasih adalah hari raya yang berdasarkan pertemuan antara wuku dengan (Panca waranya Kliwon dan saptawaranya Anggara/Selasa). Dengan demikian setiap Anggara(Selasa) kliwon, maka hari itu disebut Anggara Kasih.Nama dari Anggara kasih itu disesuaikan dengan nama wuku di mana anggara kasih itu jatuh pada wuku tersebut, yaitu Kulantir, Julungwangi, Medangsia, Tambir, Perangbakat dan Dukut. Jarak antara masing-masing anggara kasih adalah 35 hari. Anggara Kasih merupakan hari untuk melakukan pemujaan kepada Tuhan, mewujudkan cinta kasih kepada diri dengan cara melakukan brata penyucian diri serta memohon limpahan kasih sayang dari Tuhan agar kehidupan ini terhindar dari kekerasan, konflik dan kejahatan. Pada hari ini juga umat Hindu sepatutnya mewujudkan kasih sayang kepada semua makhluk hidup.
Jika kita membandingkan dengan umat beragama yang lain, situasinya tidak jauh berbeda. Seperti pada Islam, menjelang Idul Fitri diwajibkan ada pembagian zakat kepada orang yang berhak akan hal itu. Pada umat Nasrani, pada hari Natal ada tokoh unik Sinterklas, yang datang mengunjungi umat memberikan banyak hadiah dan hiburan, sedangkan pada agama Budha dan Konghucu, setelah pemujaan di Vihara ada umat yang memberikan angpao (hadiah) kepada orang yang membutuhkannya. Pada intinya, semua agama mengajarkan dan menganjurkan kepada umatnya untuk saling mengasihi dan saling menghidupi, dalam agama Hindu dikenal istilah parasparam bhavayantah.
Pada hari kasih sayang dapat diisi dengan berbagai kegiatan kemanusiaan seperti melakukan amal sosial kepada anak yatim piatu dan orang wrdha, doa bersama bagi kesembuhan orang yang sakit, saling memberikan hadiah bagi keluarga, kerabat atau sahabat yang disayangi dan sebagainya. Kebutuhan biaya untuk kegiatan amal jika dilakuakan oleh lembaga sosial umat Hindu dapat diambil dari danapunia baik yang bersifat wajib (Niyatam Dhana) maupun dari danapunia sukarela (Niskama Dhana) para donatur. Bantuan tidak hanya berupa uang, bisa juga barang ataupun jasa.
OM, Namo Siva-Budhaya.