Lingga Yoni Siwa

Manusia bisa disebut "homo simbolicus", makhluk pengguna simbol-simbol sebagai alat untuk menggambarkan fenomena-fenomena abstrak maupun nyata. Simbol-simbol tersebut ada yang dapat digunakan sebagai alat peningkat kesadaran manusia. Di antara simbol peningkat kesadaran, Lingga digunakan sebagai simbol dari Energi Maskulin, "Yang", Pria dan Yoni dipakai sebagai simbol dari Energi Feminim, "Yin", Wanita. Lingga dan Yoni adalah jalur energi Ilahi di tubuh manusia dan di alam semesta. Penyatuan Lingga dan Yoni melahirkan sesuatu yang baru, yaitu penciptaan. Perpaduan lingga dan yoni tersebut melambangkan penciptaan dunia dan kesuburan. Tanpa penyatuan tak ada generasi yang berkelanjutan.

Pengertian Lingga adalah menyerupai alat kelamin laki-laki karena bentuknya seperti Phallus lambang kesuburan pada masa Tradisi Megalithik, dan dalam perkembangan Hindu merupakan simbol dari Dewa Siwa. Lingga berfungsi sebagi penyalur air pembasuh arca. Dalam manifestasinya Lingga terdapat 2 bentuk, yaitu : 1. Lingga Cala adalah Lingga yang merupakan simbol Dewa Siwa, sifatnya dapat dipindahkan karena bentuknya yang tidak permanen. Contohnya Arca Lingga. 2. Lingga Acala adalah Lingga yang diperkirakan sebagai tempat hunian bagi Dewa Siwa, sifatnya permanen sehingga tidak dapat dipindahkan. Contoh Gunung adalah tempat pemujaan bagi Sang Hyang Acalapati yang merupakan Dewa gunung. Dan Gunung pada masa prasejarah diyakini tempat suci, karena kepercayaan akan semakin tinggi semakin suci.

Pengertian Yoni adalah menyerupai vagina alat kelamin dari wanita, yang merupakan lambang kesuburan pada masa prasejarah. Pada masa perkembangan Hindu Yoni merupakan simbol dari Dewi Parvati istri dari Dewa Siwa. Yoni adalah tumpuan bagi lingga atau arca. Bersatunya Lingga dan Yoni adalah pertemuan antara laki-laki (Purusa) dan wanita (Pradhana) yang merupakan lambang kesuburan, sehingga muncul kehidupan baru (kelahiran). Oleh sebab itu pemujaan akan lingga dan yoni yang merupakan bersatunya Dewa Siwa dan Dewi Parvati adalah suatu berkah bagi masyarakat masa lampau, sehingga biasanya lingga-yoni ini diletakkan di wilayah pertanian atau pemujaan para petani kala itu.

Dalam kebudayaan Hindu, seks juga disimbolkan dengan lingga-yoni. Itulah lambang reproduksi lelaki dan perempuan (phallus dan vagina). Kamus Jawa Kuna-Indonesia mendefinisikan "lingga (skt) tanda, ciri, isyarat, sifat khas, bukti keterangan, petunjuk; lingga, lambang kemaluan lelaki (terutama lingga Siwa dibentuk tiang batu), patung dewa, titik tugu pemujaan, titik pusat, pusat poros, sumbu". Adapun "yoni (skt) rahim, tempat lahir, asal Brahmana, Daitya, dewa, garbha, padma, naga, raksasa, sarwa, sarwa batha, sudra, siwa, widyadhara, dan ayonia (PJ Zoetmulder, SC Robson, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994, 601, 1494).

Lingga, dalam mitologi Hindu, adalah alat kelamin pria (phallus), lambang Siwa sebagai dewa semesta, kebalikan dan yoni adalah alat kelamin perempuan sebagai Tara atau timbalan dan linggam merupakan lambang shakti atau prakrti yang dijabarkan dalam bentuk unsur kewanitaan " (Ensiklopedia Indonesia Ikhtisar Baru, Jakarta: Van Hove, 1990, 2.020 dan 3.993).

Maka jika tafsir seks yang disimbolkan dengan "hanya" penyatuan lingga-yoni dengan mengejar kenikmatan sesaat, bisa dipastikan tumbuh dari lingkungan yang menganggap seks itu kotor dan rendah, sudah dipastikan tak mampu menikmati seks dengan kondisi kejiwaan yang bebas, karena dikejar-kejar rasa bersalah. Kondisi jiwa bebas dan bersih adalah ketika melakukan tanpa rasa bersalah dan menyakiti orang lain. Maka menikah (vivaha) mutlak untuk pencapaian spiritualitas seks dengan pengertian lebih dalam.

Lingga adalah simbolisasi atma atau roh, sedangkan yoni adalah simbolisasi shakti, kekuatan dan kesadaran atma. Maksud wujud lingga yang melakukan penetrasi ke liang yoni adalah kembalinya kesa-daran, kembalinya kekuatan atma yang selama ini terselimuti dan tidur nyenyak oleh pengaruh maya, pengaruh prakrti, pengaruh alam materi. Atma yang kehilangan shakti, kehilangan kesadaran, menjadi awidya, alias bodoh! Ia mengelirukan diri sebagai suksma sarira (badan halus). Bahkan ada atma yang mengelirukan diri sebagai sthula sarira (badan kasar). Menyangka diri sekadar produk mekanik, seperti robot. Rusak sthula sarira, tamat sudah diri. Begitu asumsi atma yang dilanda kebodohan.

Dalam terminologi Hindu Lingga Yoni disebut pembangkitan kundalini, proses kenaikan shakti dari satu cakra ke cakra di atasnya, dari satu kesadaran ke kesadaran di atasnya, harus melalui jaringan fisiologis fisik manusia yang melingkar-lingkar, mirip tubuh ular. Maka shakti atau kesadaran atma disebut juga kundalini, yang dilambangkan sebagai yoni atau vagina. Karena lembut penuh kasih, begitu kundalini bangkit, segala kekotoran yang menyumbat kesadaran terkikis habis, tanpa sisa.

Dialah sumber energi sejati, dia bagai ibu, dia bagai wanita cemerlang. Wanita yang merindukan pertemuan dengan kekasih sejati, yaitu atma atau roh kita. Karena itu, atma dilambangkan sebagai lingga atau penis atau lelaki yang dirindui yoni atau kundalini. Dan, bila kundalini berhasil naik melalui cakra per cakra dan di puncak bertemu atma, pertemuan itu disimbolisasikan dalam wujud liang yoni yang dimasuki lingga. Lingga dan yoni. Bila atma dan shakti-nya bertemu, sensasinya benar-benar nikmat. Mirip sensasi persetubuhan. Namun jauh lebih nikmat dan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Di sanalah terbuka ranah spiritualitas seks sesungguhnya.