Tumpek Wariga

Entahlah, ini hanya tafsir prematur yang seketika saja hadir dalam pikiran ini. Setelah beberapa pertanyaan bermunculan meminta jawaban, besar kemungkinan memang keliru sebab nyatanya tafsir ini tak memiliki dasar pijakan, selain hanya merangkai, mengait-ngaitkan, namun paling tidak, secara pribadi, saya merasa cukup telah sampai pada pengetahuan ini.

Terkait ritus Tumpek Wariga, dimana bubur merupakan sarana pokok sajiannya, termasuk beberapa banten pelengkap lainnya, dalam pemahaman saya tentu tak sekedar ritus kosong tanpa makna, terlebih dari fungsinya, selain banten sebagai wujud Sang Sumber Kehidupan, wujud dari manusia itu sendiri, banten juga merupakan gambaran dari alam semesta ini.

Bila mencermati wujud bubur yang dipergunakan, dengan memakai dua pilihan warna, merah dan putih, ini jelas mengarahkan pada simbolik sifat-sifat maskulin dan feminim. Bila merah merupakan simbol purusha, maka putih jelas merupakan simbol dari pradhana. Lantas apa kaitannya purusha pradhana ini dalam ritus tumpek bubuh?

Mengingat kembali pelajaran masa SMP, dimana biologi pernah memaparkan tentang proses pembuahan, fertilisasi, mirip proses pembuahan sperma kepada sel telur hingga mewujudkan janin dalam rahim wanita, maka demikian juga pada tumbuhan, sebelum berwujud bunga maupun biji, proses pembuahan sel sperma dan sel telur juga terjadi. Ketika pembuahan ini berlangsung sempurna, tentu ke depan bunga-bunga dengan warna warni memikat, termasuk aneka buah yang ranum bisa diwujudkan.

Sampai di sini, saya melihat tetua Bali sedang mengajarkan kita biologi dalam bahasa khas tradisional, lewat ritus-ritus bantennya, termasuk peras penyeneng, sebagai harapan para petani agar Yang Maha Hidup dalam wujudnya sebagai Sangkara berkenan hadir dan memberi energi hidup kepada segenap tumbuhan.

Tentu tak cukup hanya melakukan ritus tradisional semata, diperlukan kerja tekun dari petani itu sendiri, mulai penggemburan lahan tanam, memberikannya pupuk sebagai nutrisi, pembibitan, memilih tanaman yang sehat, setelah tumbuh merawatnya sampai proses pembuahan berlangsung sempurna, hingga ujungnya mampu mengasilkan buah ranum termasuk mekarnya warna-warni bunga yang nantinya setelah sukses, akan dipersembahkan kembali kepada Dia pemilik Semesta Hidup, salah satunya ketika panen raya nanti, usabha gumi, Galungan.

Mohon maafkan kelancangan saya menafsir seperti ini, semoga berkenan memberikan koreksi.