Megalung - Tradisi Merayakan Hari Raya Galungan

----- Banyak cerita mengenai Galungan sebagai kemenangan dharma melawan adharma. Kisah Mayadenawa, kisah Durga Mahesasuramardani, dll. Secara tradisional dalam bingkai Agama Tirtha di Bali, para tetua bertutur begini:

----- Dimulai Tumpek Bubuh (wariga), Sang Gama Tirtha memohon kepada Sanghyang Tumuwuh (dewa tumbuhan) agar tanaman tumbuh dengan baik dan berbuah lebat, sambil menghaturkan “suyuk”, sesaji bubur.

----- Enam hari menjelang Galungan, hari Sugian Jawa dan Sugian Bali, hari untuk “mrayascita” menyucikan buana agung dan buana alit (lingkungan, jasmani dan rohani) dengan sesaji “parebuan” suku kalih dan suku pat (binatang berkaki dua dan kaki empat).

----- Hari selasa wuku dungulan disebut “penampa galungan”, asal kata “tampa” / sangga / sanggra. Yakni “penyanggra / penyambut galungan”. Hari ini turun Sang Kala Tiga yakni Kala Galungan, Kala Dungulan, Kala Amangkurat, lalu berstana di Tugu Penunggun Karang. Sang Gama Tirtha “nampah” menyembelih untuk sesaji Sang Kala Tiga, dihaturkan di penunggun karang. Karena hari itu “nampah” maka lebih populer disebut dengan “Penampahan Galungan”. Itu pula sebabnya ada istilah “odalan” di penunggun karang pada hari penampahan galungan.

----- Pada hari Galungan, para Dewa, Batara, Leluhur tedun dari kayangan menuju ke perhyangan yakni pura-pura (kayangan jagat, kayangan tiga, kayangan desa), panti, dadya, merajan / sanggah. Sedangkan leluhur yang belum mendapatkan “penyucian” (belum diaben / memukur) akan menuju bale adat disajikan “punjung”. Itulah sebabnya mengapa selain membuat sesaji untuk di sanggah / merajan, juga menyajikan “punjung” di bale adat. Di hari Galungan, sang gama tirtha menghaturkan sesaji dan mebhakti kehadapan para dewa, batara, leluhur memohon kerahayuan.

----- Pada hari Manis Galungan, Sang Gama Tirtha “natab dapetan” sebagi wujud memohon dan menerima waranugraha dewa dewi, betara betari, leluhur, diakhiri dengan “ngelungsur” sesaji dapetan bersama keluarga.

----- Pada hari jumat menghaturkan “penganyaran” karena dewa-dewi, betara-betari dan leluhur masih berstana di merajan / sanggah, pura, dll.

----- Hari minggu disebut “ulihan”, kembalinya dewa-dewi, betara-betari dan leluhur ke kayangan. Hari ini sang gama tirtha juga menghaturkan saji.

----- Hari senin disebut “Pemacekan Agung” yakni hari “ngundurin Sang Kala Tiga”, kembalinya Sang Kala Tiga ke tempat semula. Pada hari ini Sang Gama Tirtha menghaturkan sesaji dan segehan.

----- Selanjutnya hari sabtu disebut Kuningan (Tumpek Kuningan), para dewa, batara, leluhur kembali tedun “sesaat” dari kayangan untuk menyaksikan sujud bakti “damuh ida betara”, menganugrahkan kerahayuan sebelum kembali ke kayangan. Itulah sebabnya pada hari Kuningan menghaturkan sesaji sebelum tengah hari.

----- Satu bulan setelah Galungan yakni Buda Klion Paang / Buda Klion Pegatwakan, disebut juga “penelahan galungan” (penghabisan galungan). Rangkaian yasa kerti dari galungan sampai buda klion pegatwakan disebut “Uncal Balung” / “Uncal Walung”. Menurut para tetua, dalam rentang waktu itu tak disarankan “nangun yadnya”.

----- Demikian ceritanya. Ampura. Dumogi galang ring galungan (semoga mendapatkan pencerahan di hari galungan).

#TumpekBubuh #Sugian #Galungan #Kuningan #PemacekanAgung #SangKalaTiga #UncalBalung #Ulihan